Notifikasi
Tidak ada notifikasi baru.

Benarkah EQ Lebih Penting Dari IQ Untuk Sukses di Dunia Kerja?

Untuk sukses di dunia kerja, ada dilema antara kecerdasan intelektual (IQ) atau kecerdasan emosional (EQ), mana sebenarnya yang paling menunjang?
Benarkah EQ Lebih Penting Dari IQ Untuk Sukses di Dunia Kerja?
Ilustrasi Meja Kerja. (Sumber: Unsplash/Marvin Meyer) 

Sukses di dunia kerja memang dambaan semua orang. Tapi, masih banyak orang belum mengerti bagaimana meraih kesuksesan di dunia kerja yang dinamis. Banyak dari kita lebih mementingkan Intelligence Quotient (IQ) atau kecerdasan intelektual daripada Emotional Quotient (EQ) atau kecerdasan emosional karena kompetensi dianggap poin utama dalam bekerja. Padahal, kedua kecerdasan itu wajib dipadukan.

Kecerdasan Emosional (EQ) meliputi banyak hal. Mulai dari, kesadaran diri, pengelolaan diri, kesadaran sosial, dan keterampilan sosial. Ibaratnya, EQ ini adalah stir dalam sebuah mobil yang mengendalikan arah. EQ juga berperan sebagai rem yang mampu menghentikan tingkah laku kita.

Kalau IQ, kita sudah tahu sendiri. Kecerdasan intelektual ini meliputi kemampuan menalar, merencanakan, memecahkan masalah, berpikir abstrak, memahami gagasan, menggunakan bahasa, daya tangkap, dan belajar. Ibaratnya, IQ ini kemampuan dan pengetahuan mengenal mobil yang kita kendarai, mulai dari interior, eksterior, mesin, dan lain-lain.

Bagaimana EQ Membuat Kita Sukses di Dunia Kerja

Dalam mengukur pengaruh kecerdasan emosional (EQ) di dunia kerja, kita analogikan lagi seperti sedang mengendarai mobil. Anggap, kita sudah mampu mengendarai mobil, dan memiliki pengetahuan tentang seluk-beluk mobil. Pokoknya, kita sudah khatam soal mobil dan semua perintilannya.

Kecerdasan Emosional, membantu kita untuk sadar tentang kemampuan menyetir mobil dan situasi jalan yang dihadapi. Meskipun kita andal dalam menyetir, jika situasi jalan sedang macet maka kita akan memperlambat mobil. Itulah fungsi kecerdasan emosional.

Sama halnya di dunia kerja, akan ada banyak situasi yang mungkin tidak enak. Kecerdasan emosional membantu kita untuk mengerem ketika menghadapi situasi yang tidak mengenakan di tempat kerja.

Misalnya, kita memiliki rekan kerja yang hobi nyinyir, kasar, atau sombong. Ketika dia memberikan kritik kepada kita dengan nada atau ucapan yang tidak mengenakan, apa yang akan kita lakukan? Jika kecerdasan emosionalnya jelek, bisa saja kita mengajak dia berkelahi.

Berbeda jika kita punya kecerdasa emosional yang tinggi. Kita diberi kesadaran dan kemampuan penelolaan diri yang baik. Alih-alih marah, kita malah berterima kasih lalu mulai merefleksi diri.

Oke, kita ambil analogi yang berbeda. Ketika kita sedang mengendarai mobil, lalu menemukan jalan buntu, apa yang akan kita lakukan? Tepat, putar balik. Kecerdasan emosional membantu kita untuk mengendalikan diri.

Di dunia kerja, jika kita mengalami stuck, mental block, dan sejenisya, kecerdasan intelektual tidak akan membantu. Ini saatnya kecerdasan emosional bekerja. Kita akan langsung sadar diri, mengendalikan perasaan, dan mengambil jeda. Setelah tenang, baru kecerdasan intelektual bekerja.

BACA JUGA: Mungkin Kita Nggak Perlu Keluar dari Zona Nyaman, Tapi Ngebenerin Isi di Dalamnya 

Kalau kecerdasan emosionalnya jelek, stuck atau mental block yang kita alami akan berubah menjadi stres dan depresi. Sama seperti cerita jalan buntu di atas. Kalau kita malah marah, mungkin tembok di depan akan diterobos. Hasilnya, mobil rusak, dan kita celaka.

Terakhir, saya beli analogi tambahan. Ketika sedang mengendarai mobil, lalu tiba-tiba ada orang meyeberang atau ada pengendara lain yang menyalip tiba-tiba, apa yang akan kita lakukan? Pasti kita akan marah-marah bukan? Padahal, kita cukup bersabar dan bersyukur bahwa kita selamat. Setelah itu, jika bertemu dengan orang yang bersangkutan, kita ingatkan saja pelan-pelan.

Di dunia kerja, akan ada banyak jenis orang. Bisa dari atasan atau rekan kerja sendiri. Jika kita bertemu dengan orang yang semena-mena, sombong, kasar, dan lain sebagainya di kantor, solusinya bukan marah dan merasa pintar. Tetapi, komunikasi yang baik.

Kecerdasan emosional itu meliputi kesadaran dan keterampila sosial. Mulai dari komunikasi, empati, simpati, dan sejenisnya. Jika kita ingin menyampaikan pesan ke atasan tapi atasannya kurang mengerti, daripada menilai skill atasan itu rendah, kita malah harus mempertanyakan kemampuan komunikasi kita.

Kita tidak tahu isi hati dan kepala orang. Kecerdasan emosional, membantu kita mengendalikan diri, bukan orang lain. Kalau memang atasan itu skillnya di bawah kita, maka komunikasi kitalah yang menentukan. Bisakah kita membuat dia paham? Jika tidak, pertanyakan kecerdasan emosional kita.

Atau sebaliknya, jika ada yang mengkritik kita, kita harus paham apakah dia sedang mengkritik hasil kerja atau pribadi kita. Jika dia mengkritik hasil kerja, terima dan refleksi. Namun, jika dia mengkritik pribadi, terima dulu, sampaikan maaf, lalu berterima kasih.

Meminta maaf, bukan berarti kalah. Itu artinya, kita lebih cerdas secara emosional. Terbuka secara pikiran, dan punya growth mindset. Jadi, sudah siap meningkatkan kecerdasan emosional?

IQ Tak Berguna Jika Kecerdasan Emosional Rendah

Banyak orang pintar di dunia ini. Ada yang pintar IT, matematika, pengetahuan umum, dan lain-lain. Tapi, jika pintar tidak dibarengi kecerdasan emosional, maka akan percuma. Kita tak akan sukses di dunia kerja jika IQ tidak dibarengi EQ.

Percuma jika kita mampu menalar, meyelesaikan masalah, atau punya daya tangkap tinggi jika tidak mampu mengendalikan semua itu. Contohnya, akan jadi penilaian buruk, jika kamu adalah karyawan yang pintar dan cekatan, tapi malah sulit mengendalikan kesombongan yang ada dalam diri.

Selain itu, akan jadi penilaian buruk, jika kamu adalah karyawan yang pintar secara teknis, tapi tidak sopan kepada sesama karyawan. Kita pun akan kesal jika punya teman yang pintar tapi suka marah-marah dan sombong.

Kebalikannya, jika IQ kita biasa saja, mungkin cuma sekadar daya tangkap tinggi dan mampu belajar cepat, tapi EQ kita tinggi, maka hasilnya berbeda. Hasilnya mungkin tidak secepat mereka yang pandai, tapi hasil yang kita peroleh bisa berkepanjangan dan stabil.

Buat kamu yang sekarang sedang bekerja, jangan iri dengan temanmu yang pintar, tapi iri dengan temanmu yang punya kecerdasan emosional tinggi. Mereka yang berpotensi bertahan lama di tempat tersebut. Yang pintar bisa diganti, tapi yang mampu mengendalikan diri, sulit ditemui di tempat lain.

Tak apa jika kamu belum ahli, itu bisa dipelajari. Bahkan, kecerdasan emosional seperti disiplin dan sabar bisa membuat kamu jadi ahli. Jangan terbawa arus, jadilah diri sendiri, milikilah prinsip dan integritas yang kuat agar menjadi pribadi yang berkualitas.

Daily Life Kecerdaaan Emosional
Muhammad Afsal Fauzan S.
Muhammad Afsal Fauzan S.
Suka nulis dan suka teknologi. Seneng ngomongin pengembangan diri, kerjaan, dan kepenulisan. Betah-betah di sini, ya.
Gabung dalam percakapan
Posting Komentar