Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Kepribadian Seseorang

Saya pernah cerita bahwa saya merupakan orang yang sulit meluapkan emosi dan saya pikir itu adalah akibat pola asuh orang tua saya yang memiliki pengaruh terhadap kepribadian saya. Selain itu, saya juga adalah orang yang introvert, sulit membuka pembicaraan, lebih senang menulis, dan sulit marah.
Pengertian Pola Asuh
Dilansir dari Kajian Pustaka, Morrison (2016) mendefinsikan pola asuh sebagai pengasuhan dan pendidikan anak-anak di luar rumah secara komprehensif untuk melengkapi pengasuhan dan pendidikan anak yang diterima dari keluarganya.
Sementara itu, Menurut Palupi (2013), pola asuh adalah bagaimana orang tua memperlakukan anak, mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi anak dalam mencapai proses kedewasaan, hingga kepada upaya pembentukan norma-norma yang diharapkan oleh masyarakat pada umumnya.
Dari dua penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pola asuh adalah metode atau proses orang tua dalam mendidik serta menanamkan ilmu dasar terhadap anak. Pola asuh ini sangat berdampak terhadap kedewasaan dan pembentukan kepribadian atau karakter yang akan dimiliki anak ketika dewasa.
Dengan kata lain, semakin baik pola asuh orang tua terhadap anak, tentu dampaknya pun akan baik terhadap anak ketika dewasa. Kebalikannya, jika pola asuh orang tua buruk, tentu akibatnya tidak pernah kita inginkan.
Bagaimana Pola Asuh Orang Tua Mempengaruhi Kepribadian Saya?

Dilansir dari Sehat Negeriku, Psikolog Rose Mini Agoes Salim menyebut ada empat macam bentuk pola asuh yang diterapkan oleh orang tua, antara lain uninvolved atau kurang terlibat, indulgent atau permisif, authoritative atau demokratis, dan authoritarian atau otoriter.
Dari apa yang dijelaskan di atas, saya menilai orang tua saya menggunakan pola asuh otoriter. Dalam pola asuh otoriter, orangtua sangat mengontrol perilaku anak, namun tak menjaga kehangatan hubungan dengan anak. Saya akan mencoba menjelaskan lebih dalam.
Sejak kecil, saya merasa tidak mendapatkan ruang untuk meluapkan emosi, seperti senang, sedih, dan marah. Ketika senang setelah bisa ikut lomba, orang tua saya tidak memberikan respon positif. Saat marah, orang tua saya menganggap bahwa saya adalah anak yang senang melawan orang tua.
Pada saat itu, saya lebih memilih memendam berbagai emosi yang saya miliki dengan cara berdiam diri di kamar dan menulisnya. Dari sana lah saya jadi senang menulis. Tapi, saat itu saya hanya menulis acak di sebuah buku, kemudian melupakannya.
Hal itu terbukti membuat saya lebih lega. Saya seperti merasa ada tempat untuk meluapkan apa yang saya rasakan. Dampak lainnya, saya jadi takut untuk bercerita tentang berbagai hal kepada orang tua saya. Bahkan, saya tidak berani menceritakan tentang pacar saya pada ibu.
Ketika bapak meninggal, saya dipaksa dewasa lebih awal di usia 11 tahun. Saya tidak mendapatkan perhatian dalam bentuk komunikasi dan kehangatan. Sehingga, saya mencari perhatian di luar, senang bermain game, bermain musik, merokok di usia SMP, sampai selalu berbohong agar terlihat baik-baik saja.
Padahal, komunikasi efektif orang tua dan anak memiliki dampak yang baik. Salah satunya adalah membuat anak menjadi bersikap jujur. Hal itu saya lakukan hingga kini, saya tidak menceritakan aktivitas saya di pekerjaan, di perkuliahan, hubungan sosial, suasana hati, dan lain sebagainya.
Dilansir Antara, Psikolog keluarga Ketti Murtini berpendapat, pola komunikasi dua arah harus diterapkan oleh orang tua kepada anaknya. Sehingga anak juga tumbuh menjadi pribadi yang percaya diri, penuh rasa empati, dan memiliki konsep diri yang baik.
Apa dampak lain yang saya rasakan? Saya sulit meluapkan kekesalan terhadap seseorang. Selalu ada kalimat “Nggak apa-apa” yang keluar dari mulut saya dan berusaha untuk tenang menghadapi segala situasi. Bagi saya sendiri, saya memiliki kesabaran seluas lautan.
Tapi saya tetap bisa marah, output saya ketika marah adalah diam, menulis, atau bernyanyi. Saya tidak bisa mengatakan “Lo bikin gue kesel!” kepada orang lain. Terlalu sungkan, terlalu takut, sama seperti apa yang saya rasakan ketika kecil.
Kesimpulan
Dari apa yang saya rasakan, saya belajar bahwa pola asuh orang tua memiliki pengaruh kuat terhadap pembentukan kepribadian seseorang. Kini, saya belajar untuk mengendalikan diri, menghilangkan berbagai sifat negatif yang ada dalam diri saya sedikit demi sedikit.
Mencoba membuka pembicaraan dengan orang tua, mencoba untuk bisa meluapkan perasaan tanpa menyakiti. Usia saya sudah 23 ketika artikel ini terbit, saya harap diri saya sendiri bisa lebih dewasa dalam menyikapi berbagai hal yang terjadi dalam hidup. Semoga bermanfaat.