Notifikasi
Tidak ada notifikasi baru.

Mentalitas Kerja Gen Z yang Harus Ditempa

Saya ingat salah satu kutipan dari sastrawan legendaris Kahlil Gibran mengenai pekerjaan dan bekerja. Kutipan ini didapat dari buku Almustafa yang baru saja saya beli. Begini kutipannya:


“Dan, kukatakan bahwa sebenarnyalah hidup itu kegelapan, kecuali jika ada keinginan. Dan, segala keinginan itu buta semata jika tanpa pengetahuan. Dan, segala pengetahuan akan sia-sia jika tidak ada kerja. Dan, segala kerja kosong belaka jika tidak ada cinta.”


Kutipan ini menggambarkan bahwa bekerja merupakan salah satu aspek yang penting dalam kehidupan. Bahkan, bekerja bukan berarti kita cinta dunia, tetapi bekerja juga adalah salah satu perintah Tuhan agar manusia bisa menjadi umat yang berguna dan berdikari.


Dalam artikel ini saya secara eksplisit membahas mengenai mentalitas kerja Gen Z dari pandangan generasi Milenial seperti saya. Apalagi, saya dihadapkan dengan peran sebagai manajer, bos, atasan, dan sejenisnya.

Sejak kecil saya ditanamkan mengenai mentalitas kerja. Guru mengaji saya selalu menekankan itu bahkan sampai saya beranjak remaja menuju dewasa. Mentalitas kerja adalah hal yang sangat penting dalam membangun karir dan meniti masa depan yang lebih baik.


Mentalitas Kerja Gen Z yang Harus Ditempa
Foto oleh ANTONI SHKRABA

Keinginan itu yang membawa kita pada setitik cahaya dalam kehidupan, yang kata Gibran dipenuhi kegelapan. Betul, dunia ini gelap. Kalau kita tidak punya cita-cita, maka akan jadi orang buta yang berkeliaran tidak jelas di muka bumi. 


Gen Z maupun milenial pasti punya cita-cita. Tetapi ada hal yang menggelikan dari Gen Z ketika saya memberi kuliah di salah satu SMK ketika masa KKN. Kebanyakan dari mereka tidak tahu ingin menjadi apa di masa depan, bahkan di sekolah mereka belajar mengenai disiplin ilmu yang spesifik dan berpotensi membawa kemajuan bagi bangsa dan negara.


Ini harus dibenahi, cita-cita kadang dianggap hal sepele. Padahal di situ mentalitas kerja dibentuk. Cita-cita memberi motivasi atau dorongan bagi seseorang untuk mewujudkannya. Tanpa cita-cita maka hidup tentu akan tidak jelas arahnya, tidak tentu ujungnya, meskipun pasti akhirnya akan berada di kuburan. 


Pada kalimat kedua, Gibran menyinggung soal ilmu pengetahuan. Cita-cita tentu bisa digapai dengan belajar, tapi pelajaran apa yang harus digali untuk mewujudkannya. Lagi-lagi saya mengenang masa KKN ketika memberi kuliah di SMK yang sama. Para Gen Z terkadang tidak tahu ilmu yang ia pelajari itu akan digunakan untuk apa di masa depan. Tuntutan mereka hanya memenuhi nilai, pulang sekolah, kemudian bermain.


Wajar, masa remaja yang masih penuh hip-hip hura. Tetapi, jika tidak ada pembinaan dan pembenahan tentu akan berpengaruh terhadap mentalitas kerja mereka. Mereka akan meninggalkan segala ilmu yang dipelajari hanya untuk secarik kertas yang disebut ijazah, kemudian bekerja di tempat yang tidak punya jenjang karir. Berbahaya! Sangat memalukan jika mereka menyindir pemerintah, sementara mereka masih menjadi penonton meskipun duduk di tribun atas stadion.


Gen Z maupun Milenial sudah harus memahami tentang prinsip ilmu pengetahuan. Saya ingin jadi jurnalis, maka saya belajar bahasa Indonesia, ikut pelatihan, ikut sertifikasi, dan sebagainya. Saya ingin menjadi Web Developer dan SEO Writer, maka saya ikut kursus, webinar, dan bergaul di forum. Itu dasarnya, ketika kita punya cita-cita, cari ilmunya, pelajari langkahnya, dan masuk ke dunia itu sepenuhnya. Jika cuma duduk di depan pintu tanpa mengetuk atau membuka pintu, kita tidak akan pernah bisa masuk. Ketuklah pintu keilmuan, masuk ke dalamnya dan ambil segala yang dibutuhkan.


Di kalimat ketika, Gibran menyinggung soal kerja. Ia menyebut bahwa ilmu pengetahuan tidak akan berguna tanpa bekerja atau diaplikasikan. Tetapi, yang saya lihat Gen Z masih buta terhadap mentalitas kerja, masih terlena dengan kesenangan duniawi yang akhirnya membuat hidup semakin tak pasti. 


Manajemen diri dari para anak muda sangat dibutuhkan untuk memupuk mentalitas kerja. Membagi waktu antara kesenangan dan pekerjaan, antara belajar dan hiburan, antara kebutuhan dan keinginan. Waktu itu hal yang paling melenakan, dan jadi pedang bermata dua bagi yang terlena dengan waktu.


Kebanyakan Gen Z dan milenial adalah orang yang santai, tetapi jangan terlalu santai. Hidup itu penuh dengan hal-hal yang tidak terduga, maka harus selalu memiliki insting yang tajam tentang waktu. Banyak anak muda yang malas bekerja karena kesenangan mereka, yang akhirnya menjerumuskan diri pada kesengsaraan di masa tua. Untuk apa sekolah jika hanya bertujuan menjadi manula yang tak berdaya?


Dan, pada kalimat terakhir, Gibran menyinggung soal cinta. Ia mengingatkan pada kita untuk selalu cinta pada pekerjaan yang kita lakoni. Dengan begitu segala pekerjaan bisa diselesaikan dengan efektif serta efisien, tidak ada yang namanya terlambat, lupa, ketiduran, dan lain-lain.


Cintailah pekerjaanmu apapun bentuknya. Bahkan buruh pabrik sekali pun, cintailah pekerjaan itu. Ambilah hikmah darinya, belajarlah untuk berkembang lebih luas di muka bumi. Jika bekerja tanpa cinta, lebih baik keluar dari pekerjaan itu dan cari pekerjaan yang kamu cintai.


Pesan saya untuk Gen Z dan teman sesama Milenial, jadilah anak muda penerus bangsa yang semangat dalam meniti hidup. Masa depan ada di tangan kita, jika kita hanya berbicara, kucing pun bisa mengeong, anjing pun bisa menggonggong, dan burung pun bisa berkicau, tapi belum tentu bisa menggenggam dunia.


Jadilah penerus bangsa dengan cita-cita tinggi, berwawasan luas, punya mentalitas kerja yang tangguh, dan cinta yang tulus. Jika kita tidak bisa menjadi orang yang hebat, maka jangan harap segala perubahan bisa terjadi di bumi ini. Jangan berteriak koruptor, harga naik, dan sebagainya, jika kita tidak bisa memberikan apa-apa untuk dunia.

Opini
Muhammad Afsal Fauzan S.
Muhammad Afsal Fauzan S.
Suka nulis dan suka teknologi. Seneng ngomongin pengembangan diri, kerjaan, dan kepenulisan. Betah-betah di sini, ya.
Gabung dalam percakapan
Posting Komentar